Selasa, 29 Januari 2019

MANDATORY SPENDING DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Oleh Irfan Sofi

Hasil dari kegiatan secondment pegawai Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada sebuah Kabupaten di Pulau Sumatera, saat membedah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD)-nya, Pemerintah Daerah menyampaikan keluhan kepada kami terkait banyaknya mandatory spending yang harus dipenuhi daerah sehingga mengakibatkan fiscal space daerah yang bisa digunakan untuk kegiatan yang menjadi prioritas daerah tidak banyak. Mungkin keluhan ini sudah banyak di dengungkan oleh beberapa Pemerintah Daerah lainnya khususnya daerah-daerah yang hanya mengandalkan pendapatan daerah dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Grafik : Persentase Belanja APBD Provinsi/Kabupaten/Kota 2018
   
Sumber data : DJPK 2018 (diolah)
Berdasarkan data APBD tahun 2018 bahwa hampir 37,50 persen digunakan untuk belanja pegawai, 24,71 persen untuk belanja barang/jasa 20,42 persen untuk belanja modal dan sisanya sebesar 17,37 persen untuk belanja lainnya. Jika dirinci per provinsi, kabupaten dan kota, maka belanja pegawai terbesar ada di kota dengan persentase 44,85 persen. Pemerintah Daerah juga harus menganggarkan biaya untuk pilkada secara langsung maka beban mejadi terasa berat lagi.
Menteri Keuangan dalam media tempo tanggal 5 November 2018   menyatakan masih banyak pemerintah daerah yang belum mematuhi pengeluaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan, kesehatan, dana desa, dan infrastruktur. Padahal dana tersebut berdampak langsung kepada masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menjatuhkan sanksi terhadap daerah-daerah yang tidak memenuhi kewajiban alokasi belanja yang telah diatur oleh undang-undang (mandatory spending). Sanksi yang dimaksud, yakni berupa penundaan hingga pemangkasan dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH).
Mandatory spending itu apa?
Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh Undang-Undang. Tujuan adanya mandatory spending ini adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah. Mandatory spending dalam tata kelola keuangan pemerintah pusat meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4);
2. Alokasi anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) minimal 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto sesuai dengan ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
3. Alokasi anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) dengan perhitungan yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
4. Alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN sesuai dengan ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5. Alokasi anggaran untuk otonomi khusus sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Aceh dan Papua masing-masing sebesar 2 persen dari DAU nasional.
6. Dana Desa sebesar 10 persen dari APBN sesuai ketentuan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sedangkan mandatory spending dalam tata kelola pemerintah daerah meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4);
2. Alokasi anggaran kesehatan sebesar 10 persen dari APBN sesuai dengan ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Alokasi Dana Desa sebesar 10 persen dari DAU dan DBH sesuai dengan ketentuan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72;
4. Alokasi Anggaran Infrastruktur 25 persen dari Dana Transfer Umum (DAU dan DBH) sesuai dengan ketentuan UU APBN setiap tahun;
5. Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari Provinsi ke Kabupaten/Kota sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD
6. Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 10 persen ke Desa sesuai dengan amanat pasal 97 UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
Coba kita menghitung berapa sih yang dapat dilakukan oleh seorang Kepala Daerah dalam APBD-nya jika memperhitungkan mandatory spending serta belanja wajib yang harus dibelanjakan dalam APBD. Apabila suatu Kabupaten memiliki APBD 1000 rupiah,
Banyaknya belanja daerah yang diamanatkan sesuai aturan membuat kepala daerah sedikit kesusahan untuk memasukkan program/kegiatan yang menjadi janji politiknya saat kampanye. Namun demikian, tujuan ditetapkannya mandatory spending ini untuk melindungi apa yang menjadi hak rakyat atau masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dan mampu mengurangi ketimpangan pada akhirnya. Apabila daerah memiliki PAD yang besar akan menjadi lain soal, karena dengan fiscal space /ruang fiskal yang cukup akan mampu untuk menjalankan semua program/kegiatan yang menjadi janji-janji politik Kepala Daerah yang dituangkan dalam RPJMD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar