MENUNGGU
LAHIRNYA OBLIGASI DAERAH
Oleh
Irfan Sofi
Nyaris terbit..... itulah yang terjadi
dengan Obligasi Daerah saat ini. Lebih dari satu dasawarsa lebih belum ada satupun
Pemda yang berhasil menerbitkan Obligasi Daerah. Provinsi DKI Jakarta gagal
menerbitkan Obligasi Daerah untuk membangun Terminal Pulo Gebang yang pada akhirnya
dibiayai dari SiLPA. Provinsi Jawa Barat juga gagal menerbitkan Obligasi Daerah
untuk membangun Bandara International Jawa barat di Kertajati karena kewenangan
atas kepelabuhan udara ada pada Pemerintah Pusat sesuai dengan UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal serupa juga terjadi untuk Provinsi
Kalimantan Timur dimana belum berhasil menerbitkan Obligasi Daerah yang
seyogyanya untuk membiayai jalan tol Balikpapan – Samarinda karena kewenangan pula
akhirnya proyek tersebut dibiayai oleh Pemerintah Pusat.
Saat ini, Pemerintah Pusat berupaya agar
Pemerintah Daerah secepatnya ada yang mampu menerbitkan Obligasi Daerah. Beberapa
langkah yang telah ditempuh oleh Pemerintah Pusat untuk mengupayakan hal ini
antara lain dengan meninjau kembali atau memperbaiki peraturan – peraturan yang
ada saat ini yang berpotensi menyulitkan
dalam proses penerbitan Obligasi Daerah. Aturan tersebut antara lain yaitu aturan
terkait Pasar Modal dimana sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang
terdaftar di OJK. Berdasarkan hasil diskusi antara BPK dan OJK disepakati untuk
Obligasi Daerah bisa menggunakan LKPD yang diaudit oleh BPK dan kesepakatan ini akan dimuat nantinya dalam
Revisi Peratuan OJK.
Masalah lain yang biasanya juga memberatkan
Pemerintah Daerah yaitu terkait biaya studi kelayakan an pemeringkatan daerah. Biasanya kegiatan
tersebut menghabiskan biaya yang besar dan perlu terlebih dahulu dianggarkan di
dalam APBD. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Pusat dengan bantuan lembaga
donor dapat membantu daerah dalam membuat studi kelayakan serta memberikan
bantuan pendampingan penerbitan Obligasi Daerah dalam bentuk pelatihan untuk
SDM yang akan menjadi pengelola Obligasi Daerah.
Obligasi Daerah Sebagai
Salah Satu Alternatif Pembiayaan Daerah
Kemandirian daerah perlu kita dorong
untuk mengurangi ketergantungan daerah akan
Dana Transfer ke Daerah dari Pemerintah Pusat. Kemandirian suatu daerah dapat kita
lihat dari seberapa besar porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD. Pada
tahun 2017, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar 23% dari
total pendapatan daerah. Apabila ketergantungan Pemerintah Daerah akan Dana
Transfer ke Daerah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, maka ditakutkan
akan dapat mengganggu proses pembangunan yang ada di daerah. Apabila kejadian pada
akhir tahun 2016 terjadi kembali yaitu kebijakan penundaan sebagian Dana
Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang di transfer ke daerah yang
diakibatkan oleh keadaan kondisi keuangan negara yang kurang baik maka akan
berdampak pada proses pembangunan yang sudah di rencanakan oleh daerah.
Sumber : DJPK – Kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan
bahwa lonjakan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
untuk menutup kebutuhan pembangunan infrastruktur rupanya masih jauh dari kata
cukup. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) tahun
2015-2019, kebutuhan dana infrastruktur mencapai Rp4.796 triliun. Sebanyak 40%
berasal dari APBN dan APBD, BUMN sebesar 22%, dan sisanya sebesar 36,5% didanai
oleh swasta. Pada tahun 2017 ini dialokasikan anggaran sebesar Rp380
triliun atau 19% dari total APBN[1].
Apabila kemandirian daerah bisa ditingkatkan maka akan dapat memperingan beban
Pemerintah Pusat sehingga anggaran yang seharusnya dialokasikan dalam APBN dapat
dialihkan untuk melaksanakan program pembangunan lainnya.
Sumber
: DJPK – Kemenkeu
Jika kita melihat porsi belanja dalam
APBD Tahun 2017 untuk Provinsi/Kabupaten/ Kota terlihat bahwa porsi belanja
modal hanya dianggarkan 20% dari total belanja, jumlah ini jauh dibawah belanja
pegawai yang mencapai 37% dari total belanja. Sedangkan untuk APBD Provinsi pada
Tahun 2017 besaran porsi belanja modal hanya 17% dari total belanja atau
jumlahnya dibawah porsi belanja modal pada Kab./Kota yang mencapai 22% dari
total belanja. Dalam belanja modal yang telah dianggarkan dalam APBD tersebut
tidak semuanya diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur fisik saja karena
dalam unsur belanja modal dalam APBD terdapat pembelian barang modal dan biaya
administrasi proyek.
Pembiayaan pembangunan di daerah pada
hakekatnya dapat dilakukan dengan melalui 2 (dua) pendekatan:
1.
Pay As You Use
menurut pendekatan ini skema
pembiayaan pembangunan proyek
di daerah dilakukan melalui Utang, seperti Municipal Bond atau
Obligasi Daerah. Berdasarkan pendekatan ini, masyarakat diharuskan ikut serta berpartisipasi
untuk membayar atas setiap pelayanan jasa yang dinikmatinya, contoh rumah
sakit, sistem air bersih, bandara, sarana transportasi dll.
2.
Pay As You Go
menurut pendekatan ini skema pembiayaan
pembangunan proyek di daerah menggunakan
sumber dana pendapatan daerah yang ada, sehingga tidak ada beban bunga yang
harus dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Di Indonesia, pemanfaatan
sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur dari penerbitan obligasi daerah belum
dilirik oleh daerah utamanya daerah yang memiliki kemampuan untuk menerbitkan
obligasi daerah. Berdasarkan data kemampuan keuangan yang ada saat ini paling
tidak minimal ada 8 daerah yang potensial untuk dapat menerbitkan Obligasi
Daerah. Selain 3 daerah diatas (DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi
Kalimantan Timur), ada juga Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Balikpapan, Kota
Surabaya, Kota Semarang, dan Kota Yogyakarta.
Saat ini masih
banyak daerah yang menggunakan pendapatan umum APBD sebagai sumber belanja
infrastruktur di daerah yaitu sekitar 85,02%. Tidak banyak daerah yang
menggunakan sumber pendanaan dari sumber pinjaman membiayai pembanguanan
infrastruktur atau hanya sekitar 0,30%. Kedepannya Pinjaman/Obligasi Daerah ini
dapat digunakan sebagai sumber alternatif pendanaan bagi Pemerintah Daerah untuk
membiayai proyek-proyek pembangunan daerah, utamanya proyek-proyek yang dapat
menghasilkan pendapatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Obligasi Daerah
juga merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat dipilih oleh masyarakat
dengan tingkat resiko yang kecil dan sekaligus masyarakat dapat ikut berpartisipasi
langsung dalam menyukseskan program pembangunan di daerahnya.
Sumber : DJPK – Kemenkeu
Obligasi sebagai
salah satu bentuk pijaman/hutang akan mendatangkan kewajiban bagi pemerintah
daerah baik kewajiban pembayaran pokok hutang tersebut serta bunga kepada
masyarakat sebagai investor selama jangka waktu pinjaman. Oleh karena penerbitan
obligasi daerah perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, agar obligasi
daerah tidak akan menjadi beban Pemerintah Daerah dimasa mendatang. Obligasi
daerah apabila dapat digunakan secara bijak dan prudent maka akan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam mempercepat
pembangunan di daerahnya. Namun sebaliknya apabila tidak dapat menggunakannya
dengan baik maka justru akan membahayakan kelangsungan pembangunan dan eksistensi
daerah.
Proses
Penerbitan Obligasi Daerah
Sebelum obligasi daerah diterbitkan di pasar modal, terdapat beberapa tahapan
yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah terlebih dahulu. Tahap-tahap
tersebut meliputi persiapan di daerah, persetujuan Menteri Keuangan, tahap
pra-registrasi dan registrasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga tahap penawaran
umum di Pasar Modal sebagaimana gambar berikut ini:
|
Tahap persetujuan Menteri Keuangan
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.07/2015 tentang Perubahan
atas PMK Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan
Pertanggungjawaban Obligasi Daerah. Dalam peraturan tersebut Pemerintah Daerah
yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus menyerahkan persyaratan kepada
Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan untuk dilakukan penilaian
baik penilaian administrasi dan penilaian keuangan. Selanjutnya setelah
memenuhi persyaratan tersebut maka akan keluar persetujuan dari Menteri Keuangan.
Selanjutnya baru dapat di daftarkan ke OJK untuk dapat masuk ke Pasar Modal.
Manfaat Obligasi Daerah
Obligasi
Daerah sebenarnya dapat memberikan banyak manfaat khususnya bagi Pemerintah
Daerah antara lain:
1.
Mempercepat pembangunan daerah
Dengan keterbatasan dana
yang ada utamanya dana Transfer ke Daerah dari Pemerintah Pusat maka dengan
penerbitan Obligasi Daerah Pemerintah Daerah dapat memperoleh dana dalam jumlah
lebih banyak diawal sehingga dapat mempercepat pembangunan infrastruktur di
daerah daripada mencadangkan dana dari APBD untuk membiayai proyek yang akan memerlukan
waktu 3-5 tahun ke depan. Sehingga manfaat akan lebih cepat dirasakan oleh
masyarakat dengan terbangunnya infrastruktur tersebut.
2.
Melibatkan publik secara langsung dalam
pembangunan daerah
Dengan membeli Obligasi
Daerah masyarakat akan terlibat langsung dalam proses pembangunan di daerah. Selanjutnya
dengan keikutsertaan tersebut masyarakat akan lebih mencintai dan merasa
memiliki daerah tersebut atau timbul rasa nasionalisme akan daerahnya tersebut.
Obligasi Daerah akan dipilih oleh masyarakat karena lebih aman bagi masyarakat
utamanya terkait ketakutan tidak terbayarkan/tidak kembali investasi mereka.
Walaupun aset daerah tidak boleh dijaminkan untuk penerbitan Obligasi Daerah
tetapi jika APBD masih mampu menghasilkan pendapatan maka
3.
Meningkatkan transparansi daerah
Pemerintah Daerah
selaku penerbit Obligasi Daerah diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan
secara berkala kepada masyarakat selaku investor baik laporan keuangan maupun laporan
kegiatan proyek. Selain itu investor yang membeli obligasi tersebut pasti
menyakini bahwa Pemerintah Daerah tersebut memiliki kredibilitas dan baik dalam
pertanggungjawaban keuangan.
4.
Sumber dana pembangunan yang relatif murah dan
terukur
Obligasi biasanya waktu
pelunasannya dalam jangka panjang (terukur waktunya) sehingga tidak akan
memberatkan daerah dalam mencadangkan di APBD untuk melunasi pokok obligasi
saat jatuh tempo selain itu bunga atau kupon yang akan ditanggung oleh daerah
jauh lebih murah daripada sumber dana dari pinjaman perbankan.
Perlu kerja
keras dari semua pemangku kepentingan yang terkait Obligasi Daerah agar
keinginan penerbitan obligasi daerah dapat terwujud, yaitu dengan
meningkatkan koordinasi dan kerjasama
serta kesamaan pemahaman sehingga tidak terjadi miskomunikasi atas suatu aturan.
Selain itu penerbitan Obligasi Daerah perlu direncanakan dengan matang utamanya
kegiatan yang akan dibiayai oleh Obligasi tersebut dan kegiatan tersebut harus
merupakan bagian dari perencanaan anggaran dalam penyusunan APBD sehingga biaya
yang akan diperlukan guna penerbitan Obligasi Daerah tersebut sudah tersedia
sehingga tidak perlu menunggu dari donor atau mengganggarkan lagi yang akan
memakan waktu yang lama lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar