Senin, 28 Januari 2019


MENUNGGU LAHIRNYA OBLIGASI DAERAH
Oleh Irfan Sofi

Nyaris terbit..... itulah yang terjadi dengan Obligasi Daerah saat ini. Lebih dari satu dasawarsa lebih belum ada satupun Pemda yang berhasil menerbitkan Obligasi Daerah. Provinsi DKI Jakarta gagal menerbitkan Obligasi Daerah untuk membangun Terminal Pulo Gebang yang pada akhirnya dibiayai dari SiLPA. Provinsi Jawa Barat juga gagal menerbitkan Obligasi Daerah untuk membangun Bandara International Jawa barat di Kertajati karena kewenangan atas kepelabuhan udara ada pada Pemerintah Pusat sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal serupa juga terjadi untuk Provinsi Kalimantan Timur dimana belum berhasil menerbitkan Obligasi Daerah yang seyogyanya untuk membiayai jalan tol Balikpapan – Samarinda karena kewenangan pula akhirnya proyek tersebut dibiayai oleh Pemerintah Pusat.
Saat ini, Pemerintah Pusat berupaya agar Pemerintah Daerah secepatnya ada yang mampu menerbitkan Obligasi Daerah. Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh Pemerintah Pusat untuk mengupayakan hal ini antara lain dengan meninjau kembali atau memperbaiki peraturan – peraturan yang ada saat ini  yang berpotensi menyulitkan dalam proses penerbitan Obligasi Daerah. Aturan tersebut antara lain yaitu aturan terkait Pasar Modal dimana sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di OJK. Berdasarkan hasil diskusi antara BPK dan OJK disepakati untuk Obligasi Daerah bisa menggunakan LKPD yang diaudit oleh BPK  dan kesepakatan ini akan dimuat nantinya dalam Revisi Peratuan OJK.
Masalah lain yang biasanya juga memberatkan Pemerintah Daerah yaitu terkait biaya studi kelayakan  an pemeringkatan daerah. Biasanya kegiatan tersebut menghabiskan biaya yang besar dan perlu terlebih dahulu dianggarkan di dalam APBD. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Pusat dengan bantuan lembaga donor dapat membantu daerah dalam membuat studi kelayakan serta memberikan bantuan pendampingan penerbitan Obligasi Daerah dalam bentuk pelatihan untuk SDM yang akan menjadi pengelola Obligasi Daerah.
Obligasi Daerah Sebagai Salah Satu Alternatif Pembiayaan Daerah
Kemandirian daerah perlu kita dorong untuk mengurangi ketergantungan daerah  akan Dana Transfer ke Daerah dari Pemerintah Pusat. Kemandirian suatu daerah dapat kita lihat dari seberapa besar porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD. Pada tahun 2017, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar 23% dari total pendapatan daerah. Apabila ketergantungan Pemerintah Daerah akan Dana Transfer ke Daerah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, maka ditakutkan akan dapat mengganggu proses pembangunan yang ada di daerah. Apabila kejadian pada akhir tahun 2016 terjadi kembali yaitu kebijakan penundaan sebagian Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang di transfer ke daerah yang diakibatkan oleh keadaan kondisi keuangan negara yang kurang baik maka akan berdampak pada proses pembangunan yang sudah di rencanakan oleh daerah.

                                     Sumber : DJPK – Kemenkeu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa lonjakan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup kebutuhan pembangunan infrastruktur rupanya masih jauh dari kata cukup. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) tahun 2015-2019, kebutuhan dana infrastruktur mencapai Rp4.796 triliun. Sebanyak 40% berasal dari APBN dan APBD, BUMN sebesar 22%, dan sisanya sebesar 36,5% didanai oleh swasta. Pada tahun 2017 ini dialokasikan anggaran sebesar Rp380 triliun atau 19% dari total APBN[1]. Apabila kemandirian daerah bisa ditingkatkan maka akan dapat memperingan beban Pemerintah Pusat sehingga anggaran yang seharusnya dialokasikan dalam APBN dapat dialihkan untuk melaksanakan program pembangunan lainnya.
               Sumber : DJPK – Kemenkeu
Jika kita melihat porsi belanja dalam APBD Tahun 2017 untuk Provinsi/Kabupaten/ Kota terlihat bahwa porsi belanja modal hanya dianggarkan 20% dari total belanja, jumlah ini jauh dibawah belanja pegawai yang mencapai 37% dari total belanja. Sedangkan untuk APBD Provinsi pada Tahun 2017 besaran porsi belanja modal hanya 17% dari total belanja atau jumlahnya dibawah porsi belanja modal pada Kab./Kota yang mencapai 22% dari total belanja. Dalam belanja modal yang telah dianggarkan dalam APBD tersebut tidak semuanya diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur fisik saja karena dalam unsur belanja modal dalam APBD terdapat pembelian barang modal dan biaya administrasi proyek.
Pembiayaan pembangunan di daerah pada hakekatnya dapat dilakukan dengan melalui 2 (dua) pendekatan:
1.      Pay As You Use
menurut pendekatan ini skema pembiayaan pembangunan proyek di daerah dilakukan melalui Utang, seperti Municipal Bond atau Obligasi Daerah. Berdasarkan pendekatan ini, masyarakat diharuskan ikut serta berpartisipasi untuk membayar atas setiap pelayanan jasa yang dinikmatinya, contoh rumah sakit, sistem air bersih, bandara, sarana transportasi dll.
2.      Pay As You Go
menurut pendekatan ini skema pembiayaan pembangunan  proyek di daerah menggunakan sumber dana pendapatan daerah yang ada, sehingga tidak ada beban bunga yang harus dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Di Indonesia, pemanfaatan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur dari penerbitan obligasi daerah belum dilirik oleh daerah utamanya daerah yang memiliki kemampuan untuk menerbitkan obligasi daerah. Berdasarkan data kemampuan keuangan yang ada saat ini paling tidak minimal ada 8 daerah yang potensial untuk dapat menerbitkan Obligasi Daerah. Selain 3 daerah diatas (DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Kalimantan Timur), ada juga Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Balikpapan, Kota Surabaya, Kota Semarang, dan Kota Yogyakarta.  
Saat ini masih banyak daerah yang menggunakan pendapatan umum APBD sebagai sumber belanja infrastruktur di daerah yaitu sekitar 85,02%. Tidak banyak daerah yang menggunakan sumber pendanaan dari sumber pinjaman membiayai pembanguanan infrastruktur atau hanya sekitar 0,30%. Kedepannya Pinjaman/Obligasi Daerah ini dapat digunakan sebagai sumber alternatif pendanaan bagi Pemerintah Daerah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan daerah, utamanya proyek-proyek yang dapat menghasilkan pendapatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Obligasi Daerah juga merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat dipilih oleh masyarakat dengan tingkat resiko yang kecil dan sekaligus masyarakat dapat ikut berpartisipasi langsung dalam menyukseskan program pembangunan di daerahnya.

                                       Sumber : DJPK – Kemenkeu

Obligasi sebagai salah satu bentuk pijaman/hutang akan mendatangkan kewajiban bagi pemerintah daerah baik kewajiban pembayaran pokok hutang tersebut serta bunga kepada masyarakat sebagai investor selama jangka waktu pinjaman. Oleh karena penerbitan obligasi daerah perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, agar obligasi daerah tidak akan menjadi beban Pemerintah Daerah dimasa mendatang. Obligasi daerah apabila dapat digunakan secara bijak dan prudent maka akan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam mempercepat pembangunan di daerahnya. Namun sebaliknya apabila tidak dapat menggunakannya dengan baik maka justru akan membahayakan kelangsungan pembangunan dan eksistensi daerah.
Proses Penerbitan Obligasi Daerah
Sebelum obligasi daerah diterbitkan di pasar modal, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah terlebih dahulu. Tahap-tahap tersebut meliputi persiapan di daerah, persetujuan Menteri Keuangan, tahap pra-registrasi dan registrasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga tahap penawaran umum di Pasar Modal sebagaimana gambar berikut ini:

Proses Penerbitan Obligasi daerah









Tahap persetujuan Menteri Keuangan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.07/2015 tentang Perubahan atas PMK Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah. Dalam peraturan tersebut Pemerintah Daerah yang akan menerbitkan Obligasi Daerah harus menyerahkan persyaratan kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan untuk dilakukan penilaian baik penilaian administrasi dan penilaian keuangan. Selanjutnya setelah memenuhi persyaratan tersebut maka akan keluar persetujuan dari Menteri Keuangan. Selanjutnya baru dapat di daftarkan ke OJK untuk dapat masuk ke Pasar Modal.


Manfaat Obligasi Daerah
Obligasi Daerah sebenarnya dapat memberikan banyak manfaat khususnya bagi Pemerintah Daerah antara lain:
1.      Mempercepat pembangunan daerah
Dengan keterbatasan dana yang ada utamanya dana Transfer ke Daerah dari Pemerintah Pusat maka dengan penerbitan Obligasi Daerah Pemerintah Daerah dapat memperoleh dana dalam jumlah lebih banyak diawal sehingga dapat mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah daripada mencadangkan dana dari APBD untuk membiayai proyek yang akan memerlukan waktu 3-5 tahun ke depan. Sehingga manfaat akan lebih cepat dirasakan oleh masyarakat dengan terbangunnya infrastruktur tersebut.
2.      Melibatkan publik secara langsung dalam pembangunan daerah
Dengan membeli Obligasi Daerah masyarakat akan terlibat langsung dalam proses pembangunan di daerah. Selanjutnya dengan keikutsertaan tersebut masyarakat akan lebih mencintai dan merasa memiliki daerah tersebut atau timbul rasa nasionalisme akan daerahnya tersebut. Obligasi Daerah akan dipilih oleh masyarakat karena lebih aman bagi masyarakat utamanya terkait ketakutan tidak terbayarkan/tidak kembali investasi mereka. Walaupun aset daerah tidak boleh dijaminkan untuk penerbitan Obligasi Daerah tetapi jika APBD masih mampu menghasilkan pendapatan maka
3.      Meningkatkan transparansi daerah
Pemerintah Daerah selaku penerbit Obligasi Daerah diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada masyarakat selaku investor baik laporan keuangan maupun laporan kegiatan proyek. Selain itu investor yang membeli obligasi tersebut pasti menyakini bahwa Pemerintah Daerah tersebut memiliki kredibilitas dan baik dalam pertanggungjawaban keuangan.
4.      Sumber dana pembangunan yang relatif murah dan terukur
Obligasi biasanya waktu pelunasannya dalam jangka panjang (terukur waktunya) sehingga tidak akan memberatkan daerah dalam mencadangkan di APBD untuk melunasi pokok obligasi saat jatuh tempo selain itu bunga atau kupon yang akan ditanggung oleh daerah jauh lebih murah daripada sumber dana dari pinjaman perbankan.
Perlu kerja keras dari semua pemangku kepentingan yang terkait Obligasi Daerah agar keinginan penerbitan obligasi daerah dapat terwujud, yaitu dengan meningkatkan  koordinasi dan kerjasama serta kesamaan pemahaman sehingga tidak terjadi miskomunikasi atas suatu aturan. Selain itu penerbitan Obligasi Daerah perlu direncanakan dengan matang utamanya kegiatan yang akan dibiayai oleh Obligasi tersebut dan kegiatan tersebut harus merupakan bagian dari perencanaan anggaran dalam penyusunan APBD sehingga biaya yang akan diperlukan guna penerbitan Obligasi Daerah tersebut sudah tersedia sehingga tidak perlu menunggu dari donor atau mengganggarkan lagi yang akan memakan waktu yang lama lagi.
 Selanjutnya perlu dipikirkan adanya insentif baik untuk emiten dalam hal ini daerah maupun investor. Insentif untuk daerah dapat berupa pemberian dana baik berasal dari Tansfer ke Daerah atau Hibah kepada daerah yang mampu menerbitkan Obligasi Daerah sehingga mampu memacu daerah-daerah untuk secepatnya dapat menerbitkan Obligasi Daerah. Insentif juga diberikan kepada pembeli Obligasi Daerah untuk menarik minat investor dalam bentuk insentif pajak. Kita berharap sekali lagi agar suatu saat penerbitan Obligasi Daerah tidak hanya mimpi tetapi dapat menjadi sebuah kenyataan.


[1] Detiknews.com, Selasa 04 Apr 2017, 11:12 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar